
Di balik medan ekstrem dan panorama megah Pegunungan Jayawijaya, Papua Tengah menyimpan potensi luar biasa: generasi muda lokal yang siap menjadi pemandu ekspedisi andal. Untuk semakin memperkuat kapasitas mereka, Papua Mountaineering Association (PMA) menggelar pelatihan soft skill kelas Bahasa Inggris bagi para guide lokal asli Papua, khususnya yang akan terlibat dalam ekspedisi pendakian Gunung Carstensz.
Program ini bertujuan agar para guide tidak hanya memiliki keterampilan teknis pendakian, tetapi juga mampu berkomunikasi langsung dengan turis dan pendaki mancanegara yang menjadikan Carstensz sebagai salah satu tantangan utama dalam rangkaian Seven Summits dunia.
Kelas Bahasa Inggris ini dirancang secara praktis dan aplikatif, menyesuaikan dengan kebutuhan lapangan seorang pemandu. Materi yang diajarkan meliputi:
-
Menyapa dan memperkenalkan diri secara profesional
-
Memberikan instruksi penggunaan alat dan prosedur keselamatan
-
Menjelaskan rute pendakian, cuaca, serta kondisi jalur
-
Berinteraksi dengan turis asing secara sopan dan percaya diri
-
Menangani pertanyaan atau situasi darurat dalam bahasa Inggris
Metode pembelajaran menggunakan pendekatan role play, diskusi kelompok, serta simulasi percakapan yang lazim terjadi di tengah ekspedisi. Hal ini membangun kepercayaan diri para peserta sekaligus membiasakan mereka dalam konteks nyata.
Kegiatan ini merupakan bagian dari misi besar PMA dalam menciptakan guide lokal Papua yang profesional, mandiri, dan mampu bersaing secara global. Dengan bekal komunikasi lintas budaya, para guide dapat membangun koneksi langsung dengan pendaki dari seluruh dunia, memperkenalkan kekayaan alam dan budaya Papua dengan lebih personal dan berdampak.
“Skill bahasa adalah investasi jangka panjang. Ketika guide bisa menjelaskan sendiri tentang sejarah, budaya, dan keunikan alam Papua, mereka bukan hanya pemandu—mereka adalah duta lokal,” ujar salah satu mentor program Mr. Hendri.
Melalui pelatihan ini, PMA membuktikan bahwa pengembangan SDM lokal tidak hanya berhenti pada fisik dan teknik lapangan, tapi juga pada aspek intelektual dan komunikasi global.
Karena mendaki gunung bukan hanya soal mencapai puncak, tetapi juga soal bagaimana kita menyapa dunia—dengan percaya diri dan bangga akan akar kita.(PMA)
